HARI INI RABU, DULUPUN RABU
Oleh : Sabar Sitanggang
Pagi hari ini, Rabu (19/07/2017), kita mendapat informasi bahwa status badan hukum perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dicabut dengan surat Kementerian Hukum dan HAM Nomor: AHU-30.AH.01.08.Tahun 2017.
Sikap yang diambil Pemerintah ini merupakan upaya lanjutan dari terbitnya Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas, yang telah didaftarkan oleh HTI ke Mahkamah Konstitusi untuk diujimaterialkan normanya.
Dulu, di hari yang sama, Rabu pukul 05:20 tanggal 17 Agustus 1960, Pimpinan Pusat Masyumi menerima surat dari Direktur Kabinet No. 2730/TU/60 yang berbunyi:
“Paduka Yang Mulia Presiden telah berkenan memerintahkan kepada kami untuk menyampaikan Keputusan Presiden Nomor 200/1960, bahwa Partai Masyumi harus dibubarkan. Dalam waktu 30 hari sesudah tanggal keputusan ini, yaitu 17 Agustus 1960, Pimpinan Partai Masyumi harus menyatakan partainya bubar. Pembubaran ini harus diberitahukan kepada Presiden secepatnya. Kalau tidak, Partai Masyumi akan diumumkan sebagai ‘partai terlarang’.”
Bahkan, untuk menguatkannya, Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden No. 128 Tahun 1960 yang menyatakan, bahwa partai yang diakui pemerintah hanyalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partindo, PSII, Parkindo, IPKI, Perti, dan Murba. Sementara Masyumi dan PSI bernasib sama dengan puluhan partai lainnya, tidak diakui dan dibubarkan.
Apa langkah yang seharusnya ditempuh?
Ini langkah Masyumi!
Dulu, pada 9 September 1960, PP Masyumi resmi memajukan tuntutan ke Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta untuk membatalkan Keppres No. 200/1960 sebagai tindakan yang oleh Masyumi dianggap melawan hukum.
Dan sebagai responnya, pada 11 Oktober 1960, keluar penetapan Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta yang dalam amar putusannya menyatakan Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta tidak berwenang untuk memeriksa perkara ini.
Atas penetapan pengadilan itu, Masyumi, melalui Kuasa Hukumnya, Mr Mohamad Roem, menyatakan banding.
Hari ini, lalu apa langkah HTI?
Setelah resmi mengajukan Uji Materi UU Ormas ke MK, maka langkah yang tak kalah penting adalah mengajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan surat Kementerian Hukum dan HAM Nomor: AHU-30.AH.01.08.Tahun 2017 tentang pencabutan keputusan Menteri hukum dan HAM Indonesia Nomor: AHU-00282.60.10.2014.2014 tentang pengesahan pendirian Badan Hukum perkumpulan HTI. Dan posisi Prof. Yusril Ihza Mahendra, sebagai Kuasa Hukum HTI, yang sudah biasa berhadapan dengan Pemerintah dalam hal terbitnya surat dan pembatalannya, adalah pilihan yang tepat!
Ini ciri generasi Masyumi!
Meski sesuatu menimpa diri dan badannya, dan itu dianggap zalim dan semena-mena, langkah antisipasinya adalah tetap berada dalam koridor hukum, KONSTITUSIONAL, LEGAL, PARLEMENTER.
Selamat Berjuang Saudara-saudaraku HTI!
"Ishbiruu wa Rabithuu.... "
"Inna 'l-laha Ma'ana!"
Mari kita tunggu babak berikutnya!
begitu kejamnya rezim jokowi-jk
ReplyDelete