Mana Duluan PUASA SUNNAH ATAU QADHA?
Ridwan Hakim, Lc
Di bulan Syawwal seperti sekarang, semangat ruhiah yang ditempa selama Ramadan masih begitu terasa. Hingga tidak mengherankan, kaum muslimin terus memburu fadhilah-fadhilah dari ibadah lainnya pasca ramadan ini. Di antaranya adalah puasa Syawwal, yang keutamaannya adalah melengkapkan pahala puasa Ramadan menjadi pahala puasa selama setahun penuh. Apalagi kenyataan sekarang kesempatan liburan sudah selesai.
Tapi di bulan Syawwal ini apakah semua muslim boleh langsung mulai berpuasa sunnah, seperti puasa Syawwal atau senin kamis? Nah, ternyata ada pembahasan menarik dari beberapa pendapat Ulama di berbagai Madzhab Fiqih terkait ini. Dasar perselisihannya adalah apakah sifat perintah Qodho' puasa itu berasaskan Fauriah (harus segera dilaksanakan) atau Tarokhi (boleh diundur)?
Untuk lebih jelasnya, coba kita bahas pendapat masing-masing madzhab.
1. Madzhab Hanafi
Dalam madzhab Hanafi, waktu menqodho' puasa adalah mutlaq hingga seseorang bisa saja mengakhirkannya dan berpuasa sunnah.
Al-Kasani menyebutkan : َ
أَنَّ الْأَمْرَ بِالْقَضَاءِ مُطْلَقٌ عَنْ تَعْيِينِ بَعْضِ الْأَوْقَاتِ دُونَ بَعْضٍ، فَيَجْرِي عَلَى إطْلَاقِهِ. وَلِهَذَا قَالَ أَصْحَابُنَا: إنَّهُ لَا يُكْرَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ أَنْ يَتَطَوَّعَ، ...
"Perintah Qodho' itu mutlaq (tidak terikat) dengan penetapan waktu tertentu, hingga waktu qodho berlaku mutlaq. Oleh karena itu Ashabuna (Para Ulama Hanafiah) mengatakan : Puasa Sunnah Tidaklah makruh bagi mereka yang punya hutang qodho' ramadan.." (1)
2. Madzhab Maliki
Sedangkan bagi Madzhab Maliki, Qodho Puasa adalah bersifat Fauriah hingga mesti disegerakan. Tapi bagi yang mengakhirkannya dan mendahulukan puasa sunnah, maka hukumnya makruh.
Ad-Dasuqi mengatakan :
... يُكْرَهُ التَّطَوُّعُ بِالصَّوْمِ لِمَنْ عَلَيْهِ صَوْمٌ وَاجِبٌ كَالْمَنْذُورِ وَالْقَضَاءِ وَالْكَفَّارَةِ وَذَلِكَ لِمَا يَلْزَمُ مِنْ تَأْخِيرِ الْوَاجِبِ وَعَدَمِ فَوْرِيَّتِهِ...ِ
"Dimakruhkan Puasa Sunnah bagi yang punya hutang puasa wajib, seperti Nadzar, Qodho dan Kaffaroh. Dikarenakan itu membuat puasa wajib diakhirkan dan tidak ada lagi sifat fauriah (disegerakan)-nya..." (2)
3. Madzhab Syafi'i
Disebutkan dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiah bahwa Syafiah sama dengan Malikiah, memakruhkan puasa sunnah sebelum menunaikan Puasa Wajib.
Disebutkan Ibnu Hajar Al-Haithami :
... يُكْرَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ أَيْ: مِنْ غَيْرِ تَعَدٍّ تَطَوَّعَ بِصَوْمٍ
"Dimakruhkan untuk berpuasa sunnah, bagi yang punya hutang puasa; (yang sebab hutang puasanya itu) adalah bukan karena tanpa udzur Syar'i,.."
Namun ada tambahan penjelasan yang penting, disebutkan sebelumnya oleh Ibnu Hajar Al-Haithami:
إلا فِيمَنْ تَعَدَّى بِفِطْرِهِ؛ لِأَنَّهُ يَلْزَمُهُ الْقَضَاءُ فَوْرًاٍ
"Terkecuali orang yang tidak puasa tanpa udzur Syar'i, karena ia wajib qodho segera.." (3)
Senada dengan ini Zakariya Al-Anshori juga menyebutkan :
(فَمَنْ أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ
- بِغَيْرِ عُذْرٍ لَزِمَهُ الْقَضَاءُ عَلَى الْفَوْر...ِ
- (أَوْ.. بِعُذْرٍ) كَحَيْضٍ وَسَفَرٍ وَمَرَضٍ (فَقَبْلَ رَمَضَانَ آخَرَ يَلْزَمُهُ)ُ..
"Maka yang tidak berpuasa ramadan
- tanpa Udzur maka Qodho'-nya harus segera (tidak boleh diundur)..
- (sedang) atau bila.. karena udzur, seperti haid, safar atau sakit, maka waktu qodho'nya sampai sebelum ramadan berikutnya.." (4)
Lalu bagaimana bila seseorang melaksanakan qodho puasa dahulu demi menghindari perkara makruh, hingga ia tidak berkesempatan puasa Syawwal? Ibnu Hajar Al-Haitami melanjutkan:
وَلَوْ فَاتَهُ رَمَضَانُ فَصَامَ عَنْهُ شَوَّالًا سُنَّ لَهُ صَوْمُ سِتٍّ مِنْ الْقِعْدَةِ؛
"Bila ia terlewatkan pelaksanaan puasa di ramadan dan menqodho'nya di bulan Syawwal (lalu ada lagi tersisa syawwal), maka disunnahkan untuk puasa 6 hari bulan dzulqo'dah"
Walau hal ini tidak menjamin pahalanya persis bila ia lakukan 6 hari puasanya di bulan syawwal setelah ramadannya sempurna.
4. Madzhab Hanbali
Sebagaimana dalam bab-bab fiqih lainnya, Madzhab Hanbali biasa meriwayatkan dua pendapat atau lebih dalam sebuah masalah dari Imam Madzhab mereka, begitu juga dalam masalah ini. Ada riwayat yang mengharamkan puasa sunnah sebelum menyempurnakan puasa wajib, ada riwayat yang membolehkan, walau yang masyhur adalah yang pertama.
Ibnu Qudamah menjelaskan :
وَاخْتَلَفَتْ الرِّوَايَةُ عَنْ أَحْمَدَ فِي جَوَازِ التَّطَوُّعِ بِالصَّوْمِ، مِمَّنْ عَلَيْهِ صَوْمُ فَرْضٍ،
- فَنَقَلَ عَنْهُ حَنْبَلٌ أَنَّهُ قَالَ: لَا يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَتَطَوَّعَ بِالصَّوْمِ، وَعَلَيْهِ صَوْمٌ مِنْ الْفَرْضِ حَتَّى يَقْضِيَهُ،...
- وَرُوِيَ عَنْ أَحْمَدَ، أَنَّهُ يَجُوزُ لَهُ التَّطَوُّعُ؛ لِأَنَّهَا عِبَادَةٌ تَتَعَلَّقُ بِوَقْتِ مُوَسَّعٍ،
"Ada perbedaan riwayat dari Imam Ahmad dalam pendapat mengenai kebolehan puasa sunnah bagi yang punya hutang puasa wajib,
- dinuqilkan oleh Hanbal bahwa beliau berkata: tidak boleh bagi seseorang berpuasa sunnah sedang ia punya hutang puasa wajib, hingga ia menqodho'nya..
- dan diriwayatkan pula dari Imam Ahmad bahwa boleh baginya (yang punya hutang puasa wajib) untuk berpuasa sunnah, karena waktu ibadah qodho' itu luas (tarakhi).."(5)
Penutup
Bila kita melihat berbagai pendapat ini, maka jelas bahwa pendapat mayoritas adalah bisa saja seseorang puasa sunnah sebelum menqodho' puasa Ramadan. Terlepas dari ia makruh atau tidak. Bila ingin mengejar keutamaan pahala tanpa terbebani maka menyegerakan Qodho' hingga selesai sebelum H-6 Dzulqo'dah lalu lanjut puasa Syawwal adalah usaha terbaik.
Namun, karena menyadari bahwa adanya beberapa pendapat yang dipaparkan oleh masing-masing madzhab yang tentu berdasarkan dalil, maka hendaknya kita bersikap bijak dan tidak mudah menyalahkan pendapat yang dipegang oleh saudara muslim kita yang lainnya.
Wallahu A'lam
(1) Badai'u Ash-Shona'i fie Tartieb Asy-Syara'i - Ala'uddin Abu Bakar Al-Kasani Al-Hanafi (w 587H) - Jilid 2 Hal 104
(2) Hasyiah Ad-Dasuqi 'Ala Asy-Syarh Al-Kabier - Muhammad bin Ahmad Ad-Dasuqi Al-Maliki (w 1230H) - Jilid 1 / Hal 518
(3) Tuhfah Al-Muhtaj fie Syarhi Al-Manhaaj - Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar Al-Haithami - Jilid 3 Hal 457
(4) Asna Al-Matholib fie Syarhi Raudhi Ath-Tholib - Zakaria bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshari (w 926H) - Jilid 1 Hal 430
(5) Al-Mughni - Abu Muhammad Muwaffaq Ad-Dien Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdisi Al-Hanbali (w 620) - Penerbit Maktabah Al-Qohirah - Jilid 3 Hal 155
No comments