PERPPU PEMBUBARAN ORMAS " KEDIKTATORAN KONSTITUSIONAL"




Chandra Purna Irawan, MH.

Praktisi Hukum KetuHukuma
Ketua Eksekutif Nasional Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesaia (KSHUMI)




1]. Diduga dalam waktu dekat, Pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terkait pembubaran organisasi masyarakat (Ormas).

2]. Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang atau disingkat Perppu secara subjektif UUD 1945 Pasal 22 ayat (1) menyebutkan, "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.

3]. Penerbitan Perpu adalah hak subjektif Presiden, akan tetapi persyaratan-persyaratan pembuatan Perpu menjadi ranah publik karena akibat penerbitan Perpu oleh Presiden langsung mengikat warga negara dan menimbulkan akibat (implikatif) bagi warga negara.

4]. Sehingga persyaratan-persyaratan pembuatan Perpu, Presiden harus tunduk kepada maksud dan tujuan Pembuat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Peraturan Pembuatan Perundang-undangan.

5]. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan kegentingan adalah keadaan yang krisis, keadaan yang genting dan keadaan yang gawat.
6]. Sementara kondisi negara setelah reformasi tahun 1998 hingga saat ini keadaan negara normal-normal saja, tidak ada hal yang bersifat genting dan gawat.

7]. Jadi bukan kegentingan memaksa tetapi dipaksa genting, hal inilah yang kemudian masyarakat khawatirkan Presiden atau pemerintah menggunakan tafsir kegentingan secara sepihak karena Perppu adalah hak prerogative Presiden.

8]. Patut Diduga Penerbitan Perpu dilakukan dalam kerangka :
a. Untuk menyimpangi Proses dan Prosedur hukum pembubaran sebagainya diatur UU Ormas (mem-By pass),
b.Memindahkan otoritas pembubaran dari Pengadilan kepada Pemerintah, dalam hal ini Kemenkumham,
c. Menarget Aktivitas dan Individu Anggota Ormas, berupa: pembekuan aset & kegiatan Ormas secara serta merta dan kriminalisasi kepada anggota dan/atau simpatisan ormas,
d. Mengalienasi individu dan/simpatisan ormas dari masyarakat.

9] Berdasarkan poin 8, maka yang terjadi tindakan tersebut hanya akan meningkatkan kesan represif pemerintah terhadap jaminan berekspresi, berorganisasi, berkumpul dan menyampaikan pendapat yang dijamin oleh UUD’45.

10]. Apabila presiden dengan mudahnya mengeluarkan Perppu secara jelas dan nyata akan menimbulkan komplikasi hukum, ketidakpastian hukum, ini merupakan kediktatoran konstitusional sehingga sangat bertentangan dengan hakikat yang diamanatkan dalam Pasal 9 ayat (1) UUD 1945 (1) yang menyatakan,

”Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa".

11]. Bahwa tindakan Presiden tersebut dengan mudahnya mengeluarkan Perpu dapat menjadi presiden buruk dan dapat membahayakan negara, akan berpotensi mudah mengeluarkan Perpu.

12]. Misalnya membubarkan organisasi advokat, Perpu membubarkan organisasi masyarakat (Ormas), Perpu pembredelan pers atau Perpu membubarkan Mahkamah Konstitusi karena putusan-putusan Mahkamah Konstitusi berbeda dengan Presiden (eksekutif), sehingga terkesan negara selalu dalam keadaan genting.

13]. Dapat dikategorikan sebagai wujud penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan kesewenang-wenangan (arbitrary action).

#SIAPAYANGDITARGET
14]. Perppu tersebut kemungkinan isinya adalah membahas syarat dan ketentuan ormas yang terindikasi anti kebhinekaan, anti pancasila, intoleran dll.

15]. Semenjak rangkaian aksi bela Islam daya tawar politik muslim semakin kuat, berbagai upaya dilakukan untuk menghadang bangkitnya politik Islam dimulai dari penggembosan dan penghadangan peserta aksi bela Islam 1-2-3, kemudian tuduhan makar, kriminalisasi ulama, kini pemerintah berupaya untuk menghadang bangkitnya politik Islam dimulai dari penggembosan dan penghadangan peserta aksi bela Islam 1-2-3, kemudian tuduhan makar, kriminalisasi ulama, kini pemerintah berupaya untuk membubarkan ormas islam dengan tuduhan anti pancasila, anti kebhinekaan, UUD’45 dan tuduhan menimbulkan keresahan masyarakat.

16]. Bukan hanya HTI. Bisa saja Ormas-ormas Islam lain bahkan MUI pun menjadi target pembubaran karena dalam hal ini adalah ormas-ormas Islam lah lah yang vocal bersuara dalam aksi bela Islam 1-2-3. Bahkan MUI sering dituduh fatwa-fatwanya meresahkan masyarakat diantaranya terkait Ahok dll.

17]. Saatnya para ulama, tokoh dan pimpinan ormas, aktivis Islam, umat Islam serta seluruh sarjana hukum muslim Indonesia untuk bersatu padu, bersinergi untuk membangun kekuatan dan soliditas dalam rangka memperjuangkan agama Islam agar menjadi rahmat bagi semesta alam.

Wallahualambishawab


No comments

Powered by Blogger.