PERPPU NO.2 /2017, MENUAI BANYAK PENOLAKAN



Suara Pemuda Islam – Rabu kemarin (12/07/2017) pemerintah resmi  menerbitkan PERPPU No.2/2017 yang merupakan perubahan dari UU No.17/2013 melalui pengumuman yang langsung disampaikan oleh Menkopolhukam Bapak Wairanto. Menurut pemerintah penerbitan PERPPU ini dilakukan karena menilai bahwa UU No.17/2013 tidak lagi memadai sebagai sarana untuk mecegah meluasnya ideologi pancasila dan UUD 1945 sebagaimana yang diungkapkan Menkopulhukam dalam konferensi pers pada Rabu Kemarin (12/07/2017).

Walaupun PERPPU ini belum membubarkan satu ormaspun, namun kritikan dan penolakan dari berbagai pihak mulai bermunculan. Baik dari kalanagan instansi, Tokoh, LSM, Organisasi mahasiswa maupun organisasi kemasyarakatan.
Berikut beberapa kutipan penolakan terhadap PERPPU NO.2/2017 yang datang dari berbagai kalangan :

PENOLAKAN DARI NETIZEN, Hasil Survei melalui beberapa akun twitter kesetujuan netizen atas penerbitan PERPPU No.2/2017 dipresentasekan sebagai berikut :

Akun DPR_RI : 57% tidak Setuju (dari 36.623 suara)
Akun BeritaSatu TV : 90% Tidak Setuju (dari 4.740 suara)
Akun Harian Bernas : 74% Tidak Setuju (dari 8.019 suara)
Akun CNN Indonesia : 64% Tidak Setuju (dari 8.873 suara)

Berdasarkan Presentase diatas, dapat disimpulkan 36.753 orang dari 55.060 orang neziten menolak PERPPU No.2/2017.

Ketua umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhamadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan bahwa pembubaran ormas yang tidak sesuai dengan identitas pancasila dan NKRI sah saja untuk dibubarkan.Namun, harus melalui jalur hukum. “Pembubaran tersebut tentu harus tetap ditempuh dengan cara formal-konstitusional, melalui mekanisme hukum yakni melalui pengadilan,” katanya dalam rilis yang diterima Kiblat.net pada Rabu (12/07).
“Jangan sampai Pemerintah justru bertindak represif seperti era orde baru,” imbuhnya. 1)

PERSIS, Terkait dengan Perpu No.2/2017 tentang Perubahan UU No.17/2013 tentang keormasan, dinilai bidagar dakwah PP Persis, Dr. Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum sebagai bentuk kekalapan menggadapi situasi yang semakin menyudutkan pemerintah yang tidak mampu mengelola pemerintahan dengan baik.

Dr. Tiar juga menyebutkan terbitnya Perppu ini menunjukan pemerintah sangat tidak menghormati proses demokrasi yang sudah melahirkan Undang-Undang Ormas.

“Pemerintah dalam hal ini juga sudah mengembalikan demokrasi kita kembali ke era 80-an yang represif dan anti-kritik”, ujarnya.

Beliau mendorong DPR dan elemen masyarakat agar segera menggalang kekuatan menolak PERPPU ini.

“Pemerintah daripada menakut-nakuti ormas dengan PERPPU ini, sebaiknya membangun sinergitas dengan ormas-ormas yang dianggap radikal”, terang Dr. Tiar (2)

Dr. Atip Latifatul Hayat, SH, LLM, Ph.D “Apabila penerbitan Perpu ini tidak didasari dengan pertimbangan yang objektif, maka Perpu itu tidak lain adalah bentuk Constitutional Dictatorship (kediktatoran berbungkus konstitusi, red)”, ujar Dr. Atip (3)

Pakar HTN Irman Putra Sidin, Upaya pemerintah membubarkan organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dinilai tidak tepat.
"Ini tidak bagus, preseden buruk bagi masa depan demokrasi kita," ujar Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin saat dihubungi, Rabu (12/7/2017). (4)

Prof. Yusril Izha Mahendra, “Saya menilai isi Perppu ini adalah kemunduran demokrasi di negeri ini. Perppu itu membuka peluang bagi sebuah kesewenang-wenangan dan tidak sejalan dengan cita-cita reformasi. Selain itu, saya menganggap Perppu ini dikeluarkan tidak dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa sebagaimana diatur oleh UUD 45. Situasi kegentingan apa yang ada dalam benak Presiden sehingga memandang perlu mengeluarkan Perpu? Apa karena keinginan membubarkan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang dianggap menganut faham yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI?” paparnya. (5)

DPR dipastikan akan menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah kepada wartawan di komplek parlemen, Senayan, Rabu (12/7).
Fahri menjelaskan bahwa penolakan itu dilakukan karena DPR tak ingin bertentangan dengan publik. Sebab menurut dia, Ormas merupakan basis pendukung partai politik.
“Kalau melibatkan DPR pasti dia (Perppu) akan ditolak,” tegas Fahri.
Jikapun ingin membubarkan sebuah Ormas, Fahri lebih memilih pemerintah mengambil jalur hukum, yakni dengan melalui proses gugatan ke pengadilan. Bukan malah pakai Perppu yang harusnya dikeluarkan jika negara dalam keadaan darurat.
“Jangan pakai instrumen Perppu. Apa daruratnya HTI? Nggak ada daruratnya,” tukas Fahri. (6)

Gerakan Mahasiswa Pembebasan melakukan aksi di Bundaran Patung Kuda, Jakarta, Rabu (12/7). Unjuk rasa ini dilakukan sebagai bentuk protes atas Perppu Ormas yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada Senin (10/7). (7)

Sumber :

7.      http://www.jpnn.com/news/gema-pembebasan-perppu-ormas-bentuk-kezaliman-nyata


No comments

Powered by Blogger.